Friday, December 10, 2004

Sinemator busuk = Politisi busuk

Bukan hanya politisi busuk yang bisa menghancurkan negara. Sinemator busuk pun bisa merusak bangsa. Seperti yang waktu itu mengemuka dalam sebuah seminar; “tidak perlu satu politisi busuk untuk menghancurkan negara, hanya perlu satu stasiun televisi buruk dan satu rumah produksi busuk yang produknya terus dibeli”.

Para sinemator busuk terus menerus mengabadikan perilaku menyimpang dan kotor, yang patut mendapatkan hukuman penjara berat, sebagai sesuatu yang dihidangkan pada anak dan remaja di jam tayang prime time.

Mengapa harus memotret absurditas? Mengapa harus mengabadikan perilaku menyimpang dan kotor? Siapa yang mau membayar untuk menonton kotoran atau perilaku kotor?
Apakah mereka begitu bodohnya menyangka bahwa perilaku buruk itu tidak akan menggejala dan ditiru hingga membudaya?

Fenomena hari ini:
- Data BKKBN: 1,6 juta melakukan aborsi. Penelitian lain mencatat: di Indonesia terjadi 2,5 juta aborsi setiap tahunnya, sebagiannya dilakukan oleh remaja (Pusat Informasi Keluarga Berkualitas).

- 1/3 remaja puteri di Wonosobo telah hamil di luar nikah (PKBI Wonosobo). Di Yogyakarta setiap bulan ada 30 anak kos yang hamil (PKBI Yogyakarta). Di Palembang tercatat 20% mahasiswi melakukan hubungan seks pranikah (PKBI Palembang). Di Surabaya, 6 dari 10 gadis tidak perawan lagi (Dra. Khofifah Indar Parawansa). Diperkirakan 20-15 persen remaja Indonesia pernah melakukan hubungan sebelum nikah (Dr. Boyke Dian Nugraha)

Fenomena hari ini:
- Data statistik menunjukkan, 8 - 10 juta populasi pria Indonesia pada suatu waktu terlibat pengalaman homoseksual (KCM)

- 42% remaja menyatakan pernah melakukan hubungan seks di luar nikah dan 52% di antaranya masih aktif (Survei Chandi Salmon Conrad di Rumah Gaul Binaan Yayasan Pelita Ilmu Blok M)

- 5,6% dari sekitar 8,7 juta remaja di Jabar telah melakukan seks bebas. Dinas Kesehatan Kota Bandung mencatat, dari 1058 kasus yang masuk Konseling Kesehatan Remaja 22,7% atau sekitar 240 remaja telah melakukan hubungan seksual di luar nikah. Sebagiannya sampai hamil (Harian Pikiran Rakyat)


Kita semua tahu bahwa bahaya terbesar berada di pinggir. Masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan rendah, dengan pola konsumsi inefektif, yang menjadi konsumen utama produk demikian. Dan mereka, dengan kebodohan dan keluguannya, bukan tidak mungkin dengan mudah menelan bulat-bulat perilaku yang mereka tonton itu, sebagai perilaku yang bisa ditiru. Atau karena terdorong oleh keingintahuannya, mereka kemudian mencoba-coba berbagai perilaku beresiko tinggi yang dicontohkan disana.

Bahkan saya rasa, pengamat budaya dan seni yang paling liberal sekalipun akan mengatakan hal yang sama, bahwa bila para sinemator itu bertujuan baik, perilaku yang tergambar dalam film-film tersebut seharusnya dibuat dalam bentuk dokumenter, untuk ditonton oleh para kritisi pendidikan, sosial dan pengamat budaya, sebagai bagian dari upaya pencarian solusi bagi masalah perilaku bebas yang menggejala pada 0.0 sekian persen dari populasi indonesia ini.

Dan bukannya dijadikan konsumsi publik dengan kebebasan menonton, dengan sensor gambar dan dialog yang rendah, dan dengan skenario yang memiliki bobot lebih berat pada pengabadian berbagai perilaku kotor tersebut dan dengan kadar nilai nasihat yang hanya 1-2% dari keseluruhan naskah.

Para produser dan insan sinema mengatakan bahwa ini adalah sebuah teguran bagi masyarakat yang terlalu naif. Kita jawab mereka : siapa yang naif? Tidak perlu dikatakan pun kita semua tahu dari fakta dan data, bahwa pada tahun 2010 nanti diramalkan jumlah penderita AIDS di Indonesia bisa mencapai 1 juta jiwa. Dan apa pangkal dan mula dari bencana besar yang mungkin akan terjadi pada bangsa kita ini bila kita tidak mencegahnya? Perilaku yang terlalu permisif. Perilaku serba boleh. Para sinemator jahat berpikiran busuk yang berharap remaja berusia delapan tahun mampu menahan gejolak hormon yang baru tumbuh dan mereka rasakan itu, bila menonton apa yang mereka sajikan.

Bayangkan bila film-film buatan sinemator busuk itu, ditonton bersama oleh sekelompok remaja lelaki dan perempuan, seusai sekolah, di sebuah bioskop? Apa yang akan mereka pikirkan, atau apa yang bisa muncul di pikiran mereka?
>>jawabannya sangat jelas dan membuat kita amat khawatir : mereka akan mencoba meniru apa yang baru mereka tonton<<

Kepada insan sinema di Indonesia;
Janganlah menuai bencana bila tak ingin memanen petaka,
Apa yang kalian lakukan dengan mengedepankan absurditas, memotret dan mengabadikan perilaku kotor dan mengedepankannya sebagai gaya hidup di kalangan remaja tertentu, hanya akan merusak remaja lain yang memiliki pola pikiran yang baik. Sekali lagi, bila ingin memberi nasihat pada orang tua yang terlalu sibuk, buatlah naskah mengenai hal itu. bukan tentang perilaku mencium atau berhubungan badan. Tidak ada orang tua yang bisa menangkap pesan apapun dari situ.

Kami tidak senaif itu menerima begitu saja alasan kalian yang mengatakan ingin mengemukakan atau membuka fakta yang terjadi di masyarakat.
Bila ingin membuka fakta, mengapa tak membuat film tentang korupsi? Mengapa tak membuat film tentang para remaja yang sibuk belajar mempersiapkan ujian? Itu juga fakta? Tapi mengapa yang dikemukakan hanya nilai hedonisme dari suatu produk?

Lihat betapa kita semua menyukai petualangan Sherina atau Pasir Berbisik. Tapi kita tidak menyukai adegan ciuman di film AADC, dan kita juga serempak bersorak saat film BCG ditarik dari peredaran.

Siapa penjahatnya?

Penjahatnya adalah para pemilik ide gila dan busuk yang berpikir bahwa ia bisa dan harus menghidangkan perilaku kotor nan abnormal dari sebagian kecil masyarakat anomie yang terpencil dari norma sosial, sebagai hidangan umum di setiap mata orang tua dan remaja yang sehat, normal dan produktif, dengan harapan mereka sama sekali tidak teracuni.

Bila kita pernah membuat daftar politisi busuk dan hitam, memangnya kita tidak bisa apa membuat daftar sinemator busuk dan hitam? Sangat mudah malah. Dan pencekalan juga bisa dilakukan dengan sangat mudah. Siapapun sponsor dan pemasang iklan tak akan mau nama produknya tercoreng.

sedikit edit. ada input data dari kutipan yang terlalu vulgar.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home